BANDARLAMPUNG - Perekonomian dunia tengah sulit sehingga tidak mengherankan jika isu terkait ancaman resesi di tahun 2023 bermunculan. Dari para pakar keuangan hingga Presiden Jokowi, semua menyuarakan tentang ancaman satu ini. Ada prediksi dari UNCTAD bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan merosot dari 2, 5 ke 2, 2 persen di tahun 2023. Para ekonom dan sejumlah analis ekonomi kelas dunia memprediksi, krisis akan terjadi di tengah kondisi ketidakpastian dan eskalasi berbagai dampak the perfect storm pada perekonomian global terutama akibat dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina yang belum ada tanda-tanda berakhir.
Ekonom Nouriel Roubini, atau yang dikenal dengan Dr. Doom yang pernah sukses memprediksi krisis finansial 2008, dalam artikel Majalah Time (3/10/22), memproyeksikan resesi akan menghantam Amerika Serikat di akhir tahun 2022 sebelum menyebar secara global tahun depan. Resesi ini bukan resesi yang singkat dan dangkal, bahkan akan menjadi resesi yang parah, panjang dan buruk. Dunia akan menuju kebangkrutan besar-besaran dan krisis finansial yang berlarut-larut, sebagaimana dilansir Fortune, Rabu (21/9/22).
Data Reuters pada Juli lalu merangkum beberapa negara yang sudah bangkrut dan memiliki risiko kebangkrutan dan krisis yang besar diantaranya: Lebanon yang sudah resmi mengalami kebangkrutan sejak September, kini menunggu belas kasih Dana Moneter International (IMF) senilai US$ 3 miliar. Sri Lanka masih bernegosiasi dengan IMF mengenai dana bailout senilia US$ 2, 9 miliar. Argentina kembali menjadi pasien IMF dan mereview pembiayaan tambahan senilai US$44 miliar, Tunisia mengalami krisis finansial terburuk akibat pandemi Covid-19 dan dampak perang Rusia-Ukraina sedang bernegosiasi dengan IMF senilai US$ 2 miliar - US$ 4 miliar.
Ghana mengalami jebloknya nilai tukar mata uang cedi sebesar 41%, sehingga inflasi meroket mencapai 33, 9% pada Agustus lalu. Mesir dilanda capital outflow sebesar US$ 20 miliar. Selain negara-negara tersebut, masih ada Kenya, Ethiopia, El-Savador, Pakistan, Belarusia, Nigeria hingga Ukraina.
Ancaman resesi global tak terkecuali bagi Indonesia yang juga diprediksi akan mengalami berbagai risiko seperti inflasi tinggi, fenomena melemah rupiah terhadap dolar sampai krisis pangan. Presiden RI, Joko Widodo menegaskan, kondisi global masih tidak pasti dan sulit untuk diprediksi, sulit dihitung dan teori-teori standar untuk dipakai karena semuanya keluar tidak berdasarkan pakem-pakem yang ada. Harus hati-hati dan waspada tanpa mengurangi optimis. Menteri Keuangan Sri Mulyani-pun memprediksi ekonomi dunia akan masuk jurang resesi di tahun 2023, seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan sebagian besar bank sentral di dunia secara bersamaan. Proyeksi resesi ekonomi di tahun depan mengacu pada studi Bank Dunia (World Bank) yang menilai kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.
Meski demikian, secara garis besar pemerintah optimistis ekonomi Indonesia tetap kuat meski ekonomi global tahun depan masih diliputi ketidakpastian. Dari keyakinan dan optimis pemerintah dalam menghadapi gejolak krisis ekonomi tentu juga harus realistis dan tetap tidak bisa mengesampingkan teori-teori standar, dan harus tetap melakukan perhitungan berdasarkan data akurat yang dimiliki dalam menghitung resiko. Sebab apa dasarnya kita mau optimis jika tidak menggunakan teori dan data empiris yang valid serta mempertimbangkan resiko.
Inflasi-Resesi-Pertumbuhan Ekonomi
Sebelum kita masuk pada kesiapan kita menghadapi resesi, krisis ekonomi, momok inflasi dan pertumbuhan ekonomi, ada baiknya kita mengulangi pemahamannya terlebih dahulu. Secara sederhana inflasi adalah terjadinya kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Menurut KBBI, pengertian inflasi adalah kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan inflasi adalah keadaan perekonomian negara di mana ada kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang. Penyebabnya karena tidak seimbangnya arus uang dan barang. Jika inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa dalam periode tertentu, maka deflasi adalah kebalikannya. Deflasi artinya penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.
Inflasi merupakan gejala ekonomi yang tidak mungkin dihilangkan dengan tuntas. Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi inflasi adalah dengan cara mengendalikan atau mengontrolnya saja. Pertumbuhan ekonomi suatu negara memiliki korelasi positif terhadap tingkat inflasi. Inflasi yang terkendali akan meningkatkan kegiatan perekonomian suatu negara. Interaksi antara inflasi dan intervensi bank sentral akan menjadi kunci dalam menentukan prospek ekonomi tahun 2023, baik global, maupun nasional (Indonesia).
Penyebab inflasi bisa timbul diantaranya karena tingginya permintaan terhadap barang atau jasa, lalu adanya dorongan atau desakan biaya produksi. Jumlah uang beredar, teori klasik ini menyebutkan keterkaitan antara jumlah uang beredar dengan harga-harga barang. Jika jumlah barang tetap tetapi jumlah uang yang beredar lebih banyak, maka harga akan menjadi mahal dan terjadi secara terus menerus. Perilaku masyarakat ikut memicu inflasi dinamakan sebagai inflasi ekspektasi serta struktural ekonomi yang kaku bisa jadi penyebab inflasi.
Kekacauan ekonomi dan politik, membuat harga barang membubung, seperti pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1998 silam. Jumlah utang nasional bisa juga menjadi sumber penyebab inflasi karena ketika utang tinggi maka umumnya pemerintah memiliki dua opsi, yaitu menaikkan pajak atau mencetak uang untuk melunasi hutang. Bila pajak naik pelaku bisnis akan bereaksi dengan menaikkan harga. Jika pemerintah cetak uang baru maka berdampak pada peredaran uang di masyarakat. Hal itu akan mengarahkan kepada kenaikan harga dan devaluasi mata uang. Inflasi juga bisa berasal dari faktor eksternal (luar negeri), misalnya kenaikan harga minyak mentah, kenaikan harga berbagai komoditas impor lainnya seperti bahan makanan, kimia dan obat-obatan.
Dampak inflasi seringkali identik dengan efek negatif karena kenaikan harga barang membuat daya beli masyarakat menurun, terutama masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Inflasi yang tidak stabil berdampak pada ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Bila ini terjadi maka dimulailah pintu gerbang resesi didepan mata. Resesi adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Selama resesi ekonomi, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.
Terkait dengan Isu resesi dunia berhembus semakin kencang belakangan ini membuat Bank sentral diberbagai negara merespon dengan kenaikan suku bunga yang agresif. Semakin tinggi suku bunga, maka ekspansi dunia usaha menjadi terhambat akibat tingginya bunga kredit, begitu juga konsumsi masyarakat yang berisiko menurun dan lebih banyak melakukan saving. Hal ini tentunya menghambat laju pertumbuhan ekonomi, bahkan bisa mengalami resesi jika suku bunga terlalu tinggi.
Bahayanya jika terjadi stagflasi merupakan periode pelambatan atau stagnannya perekonomian disertai dengan inflasi yang tinggi. Sementara resesi merupakan kontraksi pertumbuhan ekonomi setidaknya dalam dua kuartal beruntun. Efek keduanya sama-sama buruk bagi perekonomian maupun masyarakat, tetapi stagflasi bisa jauh lebih parah.
Ketika inflasi tinggi dan produk domestik bruto (PDB) melambat atau stagnan, maka perlahan-lahan kondisi ekonomi akan semakin memburuk. Saat kondisi perekonomian memburuk, pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi secara masif, dan tingkat pengangguran akan meroket. Inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi bisa menjadi ciri khas dari stagflasi seperti analisis dalam kurva Philip bagi mahasiswa Ekonomi.
Dampak yang dirasakan oleh Indonesia terhadap gelombang resesi ekonomi diantaranya akan muncul kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Jumlah angka pengangguran yang kian meningkat, sehingga pemerintah dituntut untuk menemukan solusi agar lapangan kerja dapat menyerap tenaga kerja kembali. Pengeluaran pemerintah semakin besar karena pembangunan harus terus dilakukan, sehingga salah satu langkah taktisnya adalah pemerintah harus menambah utang untuk mengakomodir biaya pembangunan tersebut. Bagi perusahaan, untuk mengurangi biaya produksi yang tinggi maka akan banyak pelaku usaha yang menerapkan kebijakan PHK kepada para pekerjanya.
Kebijakan Makro Ekonomi
Beberapa kebijakan moneter untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global dan risiko resesi harus merumuskan sejumlah kebijakan nasional yang pro-stabilitas ekonomi untuk 2023. Seperti yang ditekankan Gubernur Bank Indonesia adalah dibangunnya sinergi dan inovasi sebagai kunci untuk menghadapi gejolak global. Optimisme terhadap pemulihan ekonomi perlu terus diperkuat dengan tetap mewaspadai hambatan dari ketidakpastian global, termasuk risiko stagflasi (perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi) dan bahkan resflasi (resesi ekonomi dan inflasi tinggi). Hal ini mengingat risiko koreksi pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai negara dapat terjadi apabila tingginya fragmentasi politik dan ekonomi terus berlanjut, serta pengetatan kebijakan moneter memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara.
Fokuskan pada stabilisasi rupiah dan pengendalian inflasi sebagai upaya memitigasi dampak gejolak global dengan tetap mempertahankan sikap kebijakan makro prudensial yang akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas dan UMKM, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi nasional sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan serta membangun ekonomi dan keuangan yang hijau dan inklusif.
Dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan, pemerintah melalui Kemenkop UKM, Kemenparekraf dan Kominfo, terus menguatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), BUMDes dan pelaku ekonomi kreatif untuk bertranformasi dengan memanfaatkan teknologi digital. Digitalisasi UMKM dapat menjadi penopang perekonomian pada 2023 dengan memanfaatkan teknologi digital.
Resesi 2023 memang baru berupa ramalan atau prediksi. Selaku masyarakat umum tidak ada salahnya untuk ikut berjaga-jaga dan mempersiapkan mitigasi sedini mungkin sebagai upaya mencegah atau menekan risiko buruk jika resesi tahun depan ini benar-benar terjadi.
Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan diri dari ancaman resesi misalnya mempersiapkan dana darurat, tingkatkan dari sebelumnya namun tetap pertimbangkan pengeluaran wajib yang harus ditanggung. Batasi pengeluaran yang tidak perlu, biasanya terkait kebutuhan tersier.
Dampak Resesi bisa PHK maka asah terus tingkatkan keterampilan. Jika masih ada waktu luang selepas kerja atau di akhir pekan, maka manfaatkan waktu untuk mencari kerja sampingan. Perluas koneksi atau jaringan seluas-luasnya dengan berbagai level.
Bandarlampung 26 Desember 2022
Dr. Yunada Arpan